KESESAKAN

Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.

Altman (1975), Heimstra dan Mc Farling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu(Heimstra dan Mc Farling, 1978; Holahan, 1982).

Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dikatakan sebagai kesesakan atau tidaknya dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
1. Karakteristik seting fisik
2. Karakteristik seting sosial
3. Karakteristik personal
4. Kemampuan adaptasi

Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial(nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols membedakan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan Molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota. Kesesakan Molekuler (moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu : beban stimulus, kendala perilaku, dan teori ekologi (Bell dkk, 1978; Holahan, 1982).

Menurut model beban stimulus, kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Model kendala perilaku menerangkan kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memiliih. Bentuk psychological reactance tersebut adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi kebebasan yang hilang. Model teori ekologi membahas kesesakan dari sudut proses sosial.

Teori Beban Stimulus
Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti:
1. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan.
2. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat.
3. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.
4. Terlalu banyak mitra interaksi.
5. Interaksi yang terjadi dirasa lalu dalam atau terlalu lama.

Teori Ekologi
Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.

Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori ini berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.

Analisi terhadap seting meliputi :
1. Maintenance minim, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4 x 3 m bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2. Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan)
3. Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Performer, yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami dan isteri.
b) Non-performer, yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga.

Besarnya maintenance minim antara performer dan non-performer tidak terlalu sama. Dalam seting tertentu, jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain mungkin sebaliknya.

Teori Kendala Perilaku
Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat.

Altman (1975), kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor dibawah ini muncul secara simultan:
1. Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor :
a) Faktor-faktor situsional, seperti kepadatan ruang yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan perilaku yang terbatas.
b) Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi yang padat dan rendahnya keinginan berinteraksi dengan orang lain yang didasarkan pada latar belakang pribadi, suasana hati, dan sebagainya.
c) Kondisi interpersonal, sepwerti gangguan sosial, ketidak mampuan memperoleh sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan lainnya.
2. Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stress, kekacauan pikiran, dan persaan kurang enak badan.
3. Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal dan non verbal yang tidak efektif dalam mengurangi stress atau dalam mencapai interaksi yang diinginkan dalam jangka waktu yang panjang atau lama.

Faktor-Faktor yang Mempengaharui Kesesakan
1. Faktor Personal
a) Kontrol pribadi dan locus of control
b) Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
c) Serta jenis kelamin dan usia.
2. Faktor Sosial
a) Kehadiran dan perilaku orang lain
b) Formasi koalisi
c) Kualitas hubungan
d) Informasi yang tersedia
3. Faktor Fisik
a) Besarnya skala lingkungan
b) Variasi arsitektural

Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif ataupun negatif tergantung pada situasinya. Proshansky (1976) dan Altman (1975) juga berpendapat yang sama dengan freedman. Dan pendapat Altman juga didukung oleh Bharucha-Reid dan Kiyak (1982). Mereka melakukan penelitian tentang kepadatan dengan mengambil tiga variabel lingkungan yaitu: kebisingan, kepadatan sosial, dan kepadatan ruang.

Individu yang berada dalam keseakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala psikosomatik, serta penyakit-penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).

Perilaku sosial yang seringkali muncul kerena situasi sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan 1982).

Ditambahkan oleh Ancok (1989), perasaan sesak (crowding) di dalam rumah akan menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya adalah:
1. Menurunnya frekuensi hubungan sex
2. Memburuknya interaksi suami istri
3. Memburuknya cara mengasuh anak
4. Memburuknya hubungan dengan orang-orang di luar rumah
5. Meningkatnya ketegangan dan gangguan jiwa

Penyebab terjadinya kelima permasalahan diatas adalah karena kebutuhan ruangan yang sifatnya personal tidak dapat terpenuhi. Hal ini menyebabkan banyak perilaku untuk memenuhi keinginan (goal directed behavior) tidak terselesaikan.

Konsekuensi negatif dari kesesakan juga coba diterangkan oleh Jain (dalam Awaldi, 1990) menjadi lima asumsi. Pertama, model beban stimulus. Kedua, model kendala perilaku. Ketiga, model ekologi. Keempat, model atribusi. Kelima, model arousal.

Dari sekian banyak akibat negatif kesesakan terhadap perilaku manusia, Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskannya menjadi (1) pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain. (2) keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih. (3) kontrol pribadi yang kurang. (4) stimulus yang berlebihan.

Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif terhadap perilaku seseorang. Namun Altman (1975) dan Watson dkk. (1984), kesesakan terkadang memberikan kepuasan dan kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta seting kejadian. Contoh situasi yang dapat memberikan kepuasan dan kesenangan adalah pada saat melihat pertunjukan musik, pertandingan olah raga, dan menghadiri persepsi atau reuni.

Sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf

No Response to "KESESAKAN"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes