Bunuh Diri Karena Internet

Bunuh diri merupakan fenomena yang sudah sangat sering terjadi di dunia. Bahkan di Indonesia sendiri fenomena ini sudah muncul sejak dulu, terbukti dari cerita-cerita perwayangan kita, seperti cerita dewi Shinta yang membakar dirinya untuk membuktikan kesuciannya pada Rama. Sangat disayangkan oleh masyarakat kita pada saat itu, hal tersebut dianggap mati secara terhormat.

Keberadaan internet saat ini juga memberikan andil kepada orang-orang yang sedang menghadapi masalah berat, sehingga sebagian dari orang-orang tersebut memutuskan untuk melakukan bunuh diri. Andil yang diberikan oleh internet misalnya, cerita-carita bunuh diri yang bisa kita temukan dari beberapa artikel blog yang siapa saja bebas untuk membuatnya; pemostingan video-video bunuh diri yang bisa kita temukan banyak baik dalam blog, forum, maupun situs resmi youtube; keberadaan forum-forum yang dibuat bebas oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang memberikan pemahaman-pemahaman sesat kepada pembaca thread darinya, yang membuat korban menjadi merasa lebih bersalah, bahkan memberikan solusi bunuh diri, dan cara-cara yang dapat diambil untuk melakukan bunuh diri.

Contoh fenomena bunuh diri yang terjadi karena internet, terjadi pada tanggal 6 agustus 2011, Kepolisian Korea menemukan pria dan wanita usia 20-an tewas di dalam mobil. Kedua orang ini diduga kuat tewas karena bunuh diri gara-gara internet. Kenapa muncul dugaan kuat tersebut, itu karena kedua orang ini saling mengenal setelah bergabung dengan situs bunuh diri dan saling berkomunikasi melalui SMS guna merencanakan bunuh diri. Dan hal tersebut juga pernah terjadi pada bulan juli dimana terdapat dua pemuda dan dua wanita bunuh diri dalam mobil setelah bertemu di situs bunuh diri tersebut. Orang-orang itu meninggalkan catatan di tasnya dalam mobil yang dipenuhi gas beracun dari briket batubara. Pada kasus yang terjadi pada bulan agustus tersebut, pria dan wanita ini menghirup bau racun di dalam kendaraannya saat di bukit di Buan, utara propinsi Jeolla. Pria (29) dan wanita (26) itu diketahui membakar briket batubara dan meminum pil tidur saat di mobilnya seperti dikutip Strait Times.

Sekarang tidak terdengar lagi bunuh diri atas dasar kesetiaan, tetapi masih banyak bunuh diri dengan motif lain. Dewasa ini kalangan psikiatri memandang bunuh diri sebagai perilaku yang bertujuan mengatasi masalah hidup. Suatu perilaku yang “unik manusiawi” dan kultural, yang sesungguhnya bukan berarti pemusnahan diri, melaikan penyelesaian masalah frustrasi, penghindaran diri dari segala situasi yang tidak menyenangkan, pernyataan amarah atau kegelisahan, untuk memperoleh keadaan tidur yang damai dan tentram.

Motif-motif bunuh diri juga beraneka ragam, Scheidman dan Farberow membagi orang yang melakukan bunuh diri menjadi empat golongan, yaitu:
1. Mereka yang percaya bahwa tindakan bunuh diri itu benar, sebab mereka memandang bunuh diri sebagai peralihan menuju ke kehidupan yang lebih baik atau mempunyai arti untuk menyelamatkan nama baiknya, contohnya Hara-kiri.
2. Mereka yang sudah tua, hal ini ditemukan pada orang yang kehilangan anak, atau cacat jasmaninya, yang menganggap bunuh diri sebagai suatu jalan keluar dari keadaan yang tidak menguntungkan bagi mereka.
3. Mereka yang psikotik, dan bunuh diri disini merupakan jawaban terhadap halusinasi atau wahamnya.
4. Mereka yang bunuh diri sebagai balas dendam, yang percaya bahwa karena bunuh dirinya tersebut membuat orang lain akan berduka cita dan mereka sendiri akan dapat menyaksikan kesusahan orang lain itu.

Untuk mencegah terjadinya bunuh diri, akan lebih baik jika kita mendekatkan diri kepada Tuhan, jika memiliki masalah hendaknya mencari orang yang tepat untuk kita mintai tolong bersama mencari solusi terbaik, jangan pernah sedikitpun berfikir untuk mencari hal-hal/info-info yang berkaitan dengan bunuh diri saat kita sedang dalam masalah yang berat. Untuk keluarga yang anggota keluarganya sedang menghadapi masalah, sikap yang tenang dengan kata-kata yang menentramkan akan sangat membantu, terutama pada ledakan-ledakan amarahnya. Pemberian pengawasan agar anggota keluarga yang bermasalah tersebut tidak berbuat yang tidak diinginkan juga harus dilakukan keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Referensi Artikel:
Banggawan Billy A. 2011. (artikel) http://teknologi.inilah.com/read/detail/1763011/gara-gara-internet-pria-wanita-bunuh-diri.

Referensi Teori:
W. E. Maramis. 1990. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.

Stres

Pengertian Stres
Istilah stres dikemukakan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang diakibatkan oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasai kedua faktor tersebut. Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang dihadapkan pada situasi internal maupun eksternal. Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Karena banyaknya definisi mengenai stress, maka Sarafino (1994) mencoba mengkonseptualkan ke dalam tiga pendekatan, yaitu stimulus, respons, dan proses.

1. Stimulus
Keadaan atau situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stressor menjadi tiga :
1. Peristiwa katastropik, misalnya angin tornado atau gempa bumi
2. Peristiwa hidup yang penting, misalnya kehilangan pekerjaan
3. Keadaan kronis, misalnya hidup dalam kondisi sesak dan bising

2. Respons
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stressor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan, yaitu komponen psikologis (perilaku, pola pikir dan emosi) dan komponen fisiologis (detak jantung, keringat dan sakit perut). Kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.

3. Proses
Stress sebagai suatu proses terdiri dari stressor dan strain dan satu dimensi penting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinu.


Model Stres
a. Response-based model
Mengacu sebagai sekelompompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit. Model ini mencoba mengidentifikasikan pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkungan yang sulit.

b. Stimulus-based model
Model stress ini memusatkan oerhatian pada sifat-sifat stimuli stress

c. Interactional model
Metode ini merupakan gabungan dari response-based model dan stimulus-based model. Ini mengingatkan bahwa dua model terdahulu membutuhkan tambahan informasi mengenai motif-motif individual dan kemampuan mengcoping (mengatasi).

Jenis-jenis Stres
Holahan (1981) menyebutkan jenis stress dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan psychological stress. Systemic stress didefinisikan oleh Selye sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan.

Sumber-sumber Stres
Menurut Lazarus dan Cohen (dalam Evans, 1982) mengemukakan bahwa terdapat tiga kelompok sumber stres, yaitu :
1. Fenomena catalismic, yaitu kejadian yang tiba-tiba, khas dan kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bemcana alam, perang, banjir dsb
2. Kejadian yang memerlukan penyesuaian atau coping seperti pada fenomena catalismic meskipun berhubungan dengan orang yang lebih sedikit seperti respon seseorang terhadap penyakit
3. Daily has-sles, yaitu masalah yang sering dijumpai didalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut ketidakpuasan kerja atau masalah lingkungan seperti kesesakan atau kebisingan.

Kaitan Stres dengan Psikologi Lingkungan Serta Pengaruhnya dalam Lingkungan
Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutama bangunan terhadap stress psikologis, Zimring mengajukan dua pengandaian. Yang pertama, stress dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Pengandaian kedua adalah bahwa variabel transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress psikologis yang disebabkan oleh lingkungan binaan. Stres lingkungan sebagai ancaman yang datang dari dunia sekitar, setiap individu selalu mencoba untuk coping dan beradaptasi dengan ketakutan, kecemasan dan kemarahan yang dimilikinya. Psikologi lingkungkan membahas tentang lingkungan dimana manusia sendiri tinggal, tentu saja ada kaitannya dengan stress. Apalagi dilingkungan yang padat dan tidak terkendali ramainya, bila tidak pintar-pintar beradaptasi, stress akan melanda kita. Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya.

Contoh
Contoh nyatanya, kepadatan yang ada di kota Jakarta sudah sangat mengganggu kenyamanan warganya. Sehingga menimbulkan kemacetan dan menyebabkan stress. Stress ini mempengaruhi kualitas kerja dan membuat mood berantakan.

Selain dari contoh itu, Fontana menyebutkan bahwa sumber utama dari stress di dalam dan disekitar rumah adalah sebagai berikut :
1. Stress karena teman kerja : misalnya teman kerja yang tidak sejalan dengan pemikirannya dengan kita dan juga teman kerja yang hanya bisa mengadu domba kita di depan bos.
2. Stress karena anak-anak : misalnya anak-anak yang baru bisa berjalan membuat pikiran pusing, atau permintaan anak yang sangat banyak saat mereka masuk masa ABG.
3. Stress karena pengaturan tempat tinggal setempat: misalnya ketua RT yang memimpin tanpa lihat kondisi dan situasi warganya.
4. Tekanan- tekanan lingkungan.

Sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab7-stres_lingkungan.pdf

Privasi (lanjutan) FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIVASI & PENGARUH PRIVASI TERHADAP PERILAKU

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIVASI
Faktor personal
Marshall mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy. Selain itu Walden dkk menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi.
Faktor Situasional
Kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyendiri. Peneliti Marshall tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh seting rumah.
Faktor Budaya
Setiap budaya tidak ditemukanadanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi. Tidak ada keraguan bahwa perbedaan masyarakat menunjukan variasi yang besar dalam jumlahprivasi yang dimilki anggotanya.

PENGARUH PRIVASI TERHADAP PERILAKU
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Maxine Wolfe dkk mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari.
Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain.
Schwatrz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang sulit.
Westin (dalam Holahan, 1982) dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri. Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi dua yaitu, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial. Kedua, privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi

Privasi

Kerahasiaan pribadi (privasi) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.

Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.

Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detil personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi

TERITORIALITAS

Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan cirri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain. Degan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu territorial primer.

Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari territorialitas, yaitu :
1. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
3. Hak untuk mempertahankan diri dari ganggunan luar
4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasra psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika

Menurut Altman (1975), territorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi pula sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan social. Altman juga membagi territorialitas menjadi tiga, yaitu :
1. Territorial Primer
Jenis tritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori uatam ini akan mengakibatkantimbulnya perlawanan dari pemiliknya karena menyangkut masalah serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
2. Territorial Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Territorial ini juga dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritori sekunder adalah semi-publik.
3. Territorial Umum
Territorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana territorial umum itu berada. Territorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.

Sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf

RUANG PERSONAL

Ruang pribadi adalah kawasan sekitarnya seseorang yang mereka anggap sebagai psikologis mereka. Gagasan ruang pribadi berasal dari Edward T. Hall , ide-ide yang dipengaruhi oleh Heini Hediger studi dari perilaku hewan kebun binatang.
Ruang pribadi itu sebuah tempat yang nggak terbatas oleh bentuk fisik . ruang pribadi adalah tempat untuk kita menjadi diri kita sendiri. Melakukan sesuatu yang menjadi passion kita. Keinginan yang terpendam, yang sangat bernafsu untuk kita wujudkan dan kerjakan. Tanpa di batasi oleh peraturan, orang lain, bahkan diri kita sendiri. Tempat untuk bebas berekspresi menjadi diri kita sesungguhnya. Lebih jauh lagi ruang pribadi itu adalah “tempat kita melepaskan topeng kita”.
Dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita berbicara dengan orang lain, kita membuat jarak terhadap orang yang kita ajak bicara, jarak ini sangat bergantung pada bagaimana sikap dan persepsi kita terhadap orang tersebut. Persepsi ruang inilah yang disebut oleh J.D. Fisher sebagai personal space. Personal space didefinisikan sebagai suatu batas maya yang mengelilingi kita yang dirasakan sebagai wilayah pribadi kita dan tidak boleh dilalui oleh orang lain.
Jika dianalogikan, Personal space ini seperti layaknya sebuah tabung yang memiliki lapisan-lapisan. Lapisan-lapisan ini adalah ruang-ruang tak terlihat dimana kita merasa aman terhadap lawan bicara kita. Pelanggaran terhadap jarak ini dapat membuat sang “korban" merasa tidak nyaman, kesal, cemas, atau bahkan mungkin marah.

Menurut E.T. Hall ada 4 lapisan personal space:
1. Jarak intim: (0-0.5m) jarak ini adalah jarak dimana kita hanya mengizinkan orang-orang yang terasa sangat dekat dengan kita untuk berada didalamnya. Biasanya kekasih/pasangan, orang tua, kakak/adik, dan sahabat dekat dapat memasukinya tanpa menimbulkan rasa risih.
2. Jarak personal: (0.5-1.3m) jarak ideal untuk percakapan antara 2 orang teman atau antar orang yang sudah saling akrab.
3. Jarak sosial: (1.3-4m) jarak yang biasa kita buat untuk hubungan yang bersifat formal, seperti: bisnis, pembicaraan dengan orang yang baru kita kenal, dsb.
4. Jarak publik: (4-8m) jarak untuk hubungan yang lebih formal seperti penceramah dengan hadirinnya. Paspampresnya amerika biasanya membuat ruang kosong selebar +/- 4m untuk menjaga pejabat penting.


Ruang Personal dan Perbedaan Budaya

Ruang pribadi adalah sangat bervariasi. Mereka tinggal di tempat-tempat padat penduduk cenderung memiliki ruang pribadi yang lebih kecil. Warga India cenderung memiliki ruang pribadi lebih kecil daripada di Mongolia padang rumput , baik dalam hal rumah dan individu . Untuk contoh yang lebih rinci, lihat hubungi Tubuh dan ruang pribadi di Amerika Serikat.
Ruang pribadi telah berubah historis bersama dengan batas-batas publik dan swasta dalam budaya Eropa sejak Kekaisaran Romawi. Topik ini telah dieksplorasi dalam A History of Private Life, di bawah redaktur umum Philippe Aries dan Georges Duby , diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Belknap Press.
Ruang pribadi adalah juga dipengaruhi oleh posisi seseorang dalam masyarakat dengan individu-individu kaya lebih menuntut ruang pribadi yang lebih besar. Orang membuat pengecualian terhadap, dan memodifikasi kebutuhan ruang mereka. Sejumlah hubungan dapat memungkinkan untuk ruang pribadi untuk dimodifikasi dan ini termasuk hubungan keluarga, mitra romantis, persahabatan dan kenalan dekat di mana tingkat yang lebih besar kepercayaan dan pengetahuan seseorang memungkinkan ruang pribadi untuk dimodifikasi.


Reaksi dua orang yang ruang pribadi dalam konflik


Dua orang yang tidak mempengaruhi ruang pribadi masing-masing

SUMBER : http://en.wikipedia.org/wiki/Personal_space
http://furyjnonk-fury.blogspot.com/2011/03/ruang-personal.html

KESESAKAN

Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.

Altman (1975), Heimstra dan Mc Farling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu(Heimstra dan Mc Farling, 1978; Holahan, 1982).

Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dikatakan sebagai kesesakan atau tidaknya dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
1. Karakteristik seting fisik
2. Karakteristik seting sosial
3. Karakteristik personal
4. Kemampuan adaptasi

Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial(nonsocial crowding) yaitu dimana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols membedakan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan Molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota. Kesesakan Molekuler (moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu : beban stimulus, kendala perilaku, dan teori ekologi (Bell dkk, 1978; Holahan, 1982).

Menurut model beban stimulus, kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Model kendala perilaku menerangkan kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memiliih. Bentuk psychological reactance tersebut adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi kebebasan yang hilang. Model teori ekologi membahas kesesakan dari sudut proses sosial.

Teori Beban Stimulus
Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti:
1. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan.
2. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat.
3. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.
4. Terlalu banyak mitra interaksi.
5. Interaksi yang terjadi dirasa lalu dalam atau terlalu lama.

Teori Ekologi
Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.

Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori ini berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.

Analisi terhadap seting meliputi :
1. Maintenance minim, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4 x 3 m bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2. Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan)
3. Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Performer, yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami dan isteri.
b) Non-performer, yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga.

Besarnya maintenance minim antara performer dan non-performer tidak terlalu sama. Dalam seting tertentu, jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain mungkin sebaliknya.

Teori Kendala Perilaku
Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat.

Altman (1975), kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor dibawah ini muncul secara simultan:
1. Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor :
a) Faktor-faktor situsional, seperti kepadatan ruang yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan perilaku yang terbatas.
b) Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi yang padat dan rendahnya keinginan berinteraksi dengan orang lain yang didasarkan pada latar belakang pribadi, suasana hati, dan sebagainya.
c) Kondisi interpersonal, sepwerti gangguan sosial, ketidak mampuan memperoleh sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan lainnya.
2. Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stress, kekacauan pikiran, dan persaan kurang enak badan.
3. Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal dan non verbal yang tidak efektif dalam mengurangi stress atau dalam mencapai interaksi yang diinginkan dalam jangka waktu yang panjang atau lama.

Faktor-Faktor yang Mempengaharui Kesesakan
1. Faktor Personal
a) Kontrol pribadi dan locus of control
b) Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
c) Serta jenis kelamin dan usia.
2. Faktor Sosial
a) Kehadiran dan perilaku orang lain
b) Formasi koalisi
c) Kualitas hubungan
d) Informasi yang tersedia
3. Faktor Fisik
a) Besarnya skala lingkungan
b) Variasi arsitektural

Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif ataupun negatif tergantung pada situasinya. Proshansky (1976) dan Altman (1975) juga berpendapat yang sama dengan freedman. Dan pendapat Altman juga didukung oleh Bharucha-Reid dan Kiyak (1982). Mereka melakukan penelitian tentang kepadatan dengan mengambil tiga variabel lingkungan yaitu: kebisingan, kepadatan sosial, dan kepadatan ruang.

Individu yang berada dalam keseakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala psikosomatik, serta penyakit-penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).

Perilaku sosial yang seringkali muncul kerena situasi sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan 1982).

Ditambahkan oleh Ancok (1989), perasaan sesak (crowding) di dalam rumah akan menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya adalah:
1. Menurunnya frekuensi hubungan sex
2. Memburuknya interaksi suami istri
3. Memburuknya cara mengasuh anak
4. Memburuknya hubungan dengan orang-orang di luar rumah
5. Meningkatnya ketegangan dan gangguan jiwa

Penyebab terjadinya kelima permasalahan diatas adalah karena kebutuhan ruangan yang sifatnya personal tidak dapat terpenuhi. Hal ini menyebabkan banyak perilaku untuk memenuhi keinginan (goal directed behavior) tidak terselesaikan.

Konsekuensi negatif dari kesesakan juga coba diterangkan oleh Jain (dalam Awaldi, 1990) menjadi lima asumsi. Pertama, model beban stimulus. Kedua, model kendala perilaku. Ketiga, model ekologi. Keempat, model atribusi. Kelima, model arousal.

Dari sekian banyak akibat negatif kesesakan terhadap perilaku manusia, Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskannya menjadi (1) pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain. (2) keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih. (3) kontrol pribadi yang kurang. (4) stimulus yang berlebihan.

Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif terhadap perilaku seseorang. Namun Altman (1975) dan Watson dkk. (1984), kesesakan terkadang memberikan kepuasan dan kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta seting kejadian. Contoh situasi yang dapat memberikan kepuasan dan kesenangan adalah pada saat melihat pertunjukan musik, pertandingan olah raga, dan menghadiri persepsi atau reuni.

Sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes