KEPADATAN

Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981) kepadatan, yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan. Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992). Penelitian tentang kepadatan manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Penelitian Calhoun (dalam Worche dan Cooper, 1983) menggunakan tikus sebagai objek percobaan yang bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus. Pertumbuhan populasi yang tak terkendali, memberikan dampak negatif terhadap tikus – tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.

Penelitian terhadap manusia pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba memerinci bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku sosial; dan bagaimana dampaknya terhadap kinerja tugas (task performance)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan, diantaranya :
1. Ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.
2. Peningkatan agresivitas pada anak – anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesama anggota kelompok.
3. Terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.

Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :
1. Kepadatan spasial (Spatial Density), dapat terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap
2. Kepadatan sosial (Social Density), dapat terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.

Zlutnick dan Altman (dalam Altman, 1975: Holahan, 1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukkan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman, yaitu:
1. Lingkungan pinggiran kota, yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah.
2. Wilayah desa miskin di mana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah.
3. Lingkungan Mewah Perkotaan, di mana kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luar tinggi.
4. Perkampungan Kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi.

Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
1. Kepadatan dalam (Inside Density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar.
2. Kepadatan luar (Outside Density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.

Altman (1975), variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial. Variasi indikator kepadatan itu meliputi :
1. Jumlah individu dalam sebuah kota
2. Jumlah individu pada daerah sensus
3. Jumlah individu pada unit tempat tinggal
4. Jumlah ruangan pada unit tempat tinggal
5. Jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain – lain.

Jain (1987) berpendapat bahwa tingkat kepadatan penduduk akan dipengaruhi oleh unsur – unsur, yaitu :
1. Jumlah individu pada setiap ruang
2. Jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal
3. Jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian
4. Jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman.

Heimstra dan Mc Farling (1978), kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling, 1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1987). Akibat secara psikis antara lain: stres, menarik diri, perilaku menolong (perilaku prososial), kemampuan mengerjakan tugas, perilaku agresi.

Koerte (dalam Budihardjo, 1991), faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial dan lain-lain, akan sangat menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.
Epstein (dalam Sears dkk., 1994) menemukan bahwa pengaruh kepadatan tinggi tempat tinggal tidak akan terjadi apabila penghuni mempunyai sikap kooperatif dan tingkat pengendalian tertentu.
Hasil penelitian Anderson (dalam Budihardjo, 1991) mengungkapkan bahwa komunitas tradisional etnis Cina di Hongkong, Singapura, dan Penang sudah sejak dulu terbiasa dengan kepadatan tinggi tanpa merasa sesak.


Sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf

No Response to "KEPADATAN"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes